Ada beberapa poin pemahaman tentang Coaching yang sudah jadi kebiasaan di Indonesia namun ternyata kurang tepat. Setidaknya ada 5 poin yang sering ditemui:
1. COACHING LEBIH MEMBEDAKAN DIBANDING TRAINING.
Saat seseorang kompeten lewat Training namun tak dijaga oleh Coaching, akan terhenti oleh banyaknya hambatan eksternal saat akan mengaplikasikan kompetensi barunya. Saat seseorang dijaga oleh Coaching untuk bergerak maju namun belum terbangun kompetensinya, bakal ngadat.
Jadi keduanya adalah sahabat baik yang tak terpisahkan.
2. SEORANG COACH WAJIB TERSERTIFIKASI RESMI.
Disebut resmi jika sertifikasinya dari mana? Kebanyakan yang ada adalah sertifikasi dari komunitas atau organisasi Caoching yang pengakuannya didasarkan pada jumlah member saja. Jika Coach dianggap abal-abal karena tidak punya sertifikasi, maka sulit bagi orang tua menjadi coach bagi anak-anaknya, atau pimpinan jadi coach bagi timnya.
Siapapun boleh menjadi Coach selama menguasai kompetensi dasarnya, dari sumber manapun.
3. COACH TIDAK TURUT BERTANGGUNG JAWAB ATAS HASIL KETERCAPAIAN GOAL COACHEE, KARENA COACHEE MENGAMBIL KEPUTUSANNYA SENDIRI.
Mari meletakkan kacamata kita di klien. Jika datang Coach yang mau meng-coaching kita dan mengatakan, Apapun hasilnya, saya sebagai Coach gak tanggung jawab ya… kalo gagal ya itu dari kamu…”, kira-kira mau membayar mahal?
Atau dalam perusahaan saat atasan meng-coaching bawahannya dan sang bawahan tetap gak perform, apa bisa mengatakan bahwa itu tanggung jawab timnya sepenuhnya.
Coach dan klien adalah hubungan partnership, yang terbentuk saat keduanya sama-sama menginvestasikan tanggung jawab untuk pencapaian goal klien. Termasuk Coach bertanggung jawab menentukan pendekatan Coaching paling tepat bagi klien demi membantunya mencapai Goal.
4. KEMAMPUAN DASAR COACH ADALAH MENDENGAR DAN BERTANYA.
Pada dasarnya tidak sepenuhnya salah, namun kurang tepat. Seorang Coach perlu memahami seperti apa kliennya luar dalam, sehingga bisa menentukan pendekatan yang tepat. Ada kalanya metode ‘bertanya’ tepat, ada kalanya tidak.
Untuk bisa memahami kliennya, Coach perlu memiliki kemampuan observing skill. Hal ini salah satunya melibatkan proses mendengar, dan di luar juga, mengamati detil klien serta perilakunya. Coach bahkan perlu bisa mengobservasi lingkungan sekitar klien yang berpengaruh dalam perjalanannya mencapai goal.
5. MEMBERI SARAN, BERARTI KELUAR DARI PAKEM COACHING.
Jauh sebelum model Coaching yang sekarang populer di indonesia, aktivasi Coaching bermula dari olahraga dan di dalamnya penuh dengan aktivitas arahan serta memberi saran, bahkan perintah. Pendekatan Coaching memang kaya, nggak cuma itu-itu saja.
Ada yang berbentuk Directive Coaching, Contohnya banyak dipakai di Coach Olahraga, Coach untuk pidato dan presentasi. Ada juga yang bentuknya Facilitative Coaching, banyak digunakan di Life Coaching. Memadukan keduanya? Sangat bisa.
Ditulis oleh:
Surya Kresnanda
@suryakresnanda
0811 2244 111