Dalam sebuah seminar, saya mendapat pertanyaan menarik…
“Menurut saya seorang Pemimpin perlu setia kepada timnya…. bagaimana menurut Bapak tentang ini?”
Jawab saya sederhana. “Iya, dengan satu syarat….”
Syarat itu adalah, jika tim siap setia pada tujuan bersama di atas tujuan pribadi. Dalam konteks bisnis, tim bersedia untuk mendahulukan tujuan bisnis dibanding tujuan dan agenda pribadinya.
Guru saya pernah mengajarkan, bahwa ‘mengalah’ adalah salah satu ciri Pemimpin. Orang yang mau mengalah, mengorbankan ego pribadi demi sesuatu yang lebih besar, artinya mampu memimpin dirinya sendiri.
Jika ada tim yang seperti itu, tentu perlu kita jaga dengan baik.
Namun untuk memiliki tim yang mau mengalah, mendahulukan ego pribadinya demi tujuan bersama, seringkali tidak otomatis.
Dalam banyak kasus, ya Pemimpinnya harus memberi contoh duluan.
Kalau pemimpinnya suka korupsi, jangan salahkan tim jika mereka korupsi. Wajar seseorang enggan mendahulukan kepentingan bersama saat Pemimpinnya sendiri hanya mau mementingkan kemauan pribadinya.
Berarti, ‘mengalah’ ini perlu dimulai dari kita para Pemimpin, dicontohkan oleh kita, kepada tim.
Salah satu contoh, curhatan seorang peserta seminar terkait dengan Pemimpin muda yang ditugasi memimpin orang-orang senior. Hal tidak mudah, di saat timnya menganggap, “Ah Pemimpin saya masih anak kemarin sore.”
Jika ingin menurutkan ego, bisa saja dengan kekuasaannya, sang Pemimpin muda memaksa timnya (meski usia tim lebih senior) untuk menurut dan menghormatinya.
Namun, berapa lama akan bertahan? dan selama itu sang Pemimpin akan lelah menjalankan kepemimpinan dimana tim tidak menaruh rasa percaya padanya.
Saya teringat kisah salah satu penulis buku-buku kepemimpinan favorit saya, John C. Maxwell. Di salah satu bukunya ia bercerita, suatu ketika ditugaskan memimpin rumah ibadah. Pengurus lama yang masih bertahan di sana, usianya bisa disamakan dengan usia ayahnya.
Apa yang Maxwell lakukan? dijadikan timnya sebagai konsultan. Meski Maxwell yang memimpin berhak memutuskan sendiri, setiap anggota tim senior dimintai saran dan masukan.
Pernah suatu ketika Maxwell menemui masalah, dan ia sudah tahu jawabnya. Namun tetap berkonsultasi dengan tim senior, dimana timnya memberi saran persis seperti yang dipikirkannya.
Bukannya berkata, “Saya juga berpikir begitu!”, Maxwell malah berterima kasih seakan ide itu memang dari timnya.
Tim senior pun merasa dihargai, dihormati pengalamannya. Mereka menaruh kepercayaan pada Maxwell, bersedia dipimpin olehnya.
Kunci keberhasilan ini, karena Maxwell tidak berusaha mengedepankan ego pribadi bahwa, “I’m the boss!”
Maxwell mengalah, memberi kesempatan timnya untuk menonjol dan diakui karena pengalamannya. Bagi Maxwell, ini terbaik untuk mencapai tujuan lebih besar, yaitu berjalannya kepengurusan rumah ibadah yang dipimpinnya dengan capaian-capaian target besar.
Maxwell mengalah untuk menang. Menekan keinginan dan keuntungan pribadi, agar target tercapai, visi organisasi terwujud.
Di sanalah Pemimpin membawa perubahan besar, bersama-sama tim, dimulai dari…. mengalah.
Ditulis oleh:
SURYA KRESNANDA
Head Coach at Kanirana
0811 2244 111