“Gimana caranya membangun tim bisnis yang kuat kalo melakukan kesalahan?!”
Padahal, justru untuk bisa lebih pintar, lebih kuat, lebih tinggi kapabilitasnya, seseorang perlu menjalani pengalaman tertentu. Termasuk diantaranya pengalaman ‘salah’.
Salah seorang Profesor pendidikan pernah mengajarkan, bahwa orang bisa berubah menjadi lebih baik lewat dua cara. Pertama, sebagian orang bisa berubah, cukup dengan nasehat. Kedua, pada sebagian lain, ada orang yang baru berubah saat dia sudah nabrak.
Berarti, belajar dan bertumbuh tak hanya dialami seseorang lewat nasehat dan pemberitahuan. Nabrak, berbuat salah, mengalami akibat dari kesalahannya, merupakan pengalaman belajar berharga bagi seseorang, termasuk tim kita.
Karena itu, mengkondisikan tim agar tak pernah berbuat salah, seringkali justru tidak efektif sebagai sebuah lingkungan belajar.
Jika masih ingat ungkapan reklame sabun cuci baju era 90-an, “Nggak kotor nggak belajar”. Ungkapan ini benar adanya.
Ada kalanya seseorang perlu mencoba berbagai hal, untuk bisa memahami suatu fenomena. Misal, tim baru belajar hal baru dalam melayani pelanggan, lalu ingin mencoba cara baru tersebut dalam proses layanan sesungguhnya.
Jika tidak boleh salah, tidak ada keberanian tim untuk mencoba. Lama-kelamaan tim enggan belajar hal baru, toh tak bisa dicoba.
Perlahan tapi pasti, budaya tim hanyalah menjadi budaya robot. Tim malas berpikir, cukup ikuti arahan saja, karena itu yang membuat mereka tak mungkin ‘salah’….
Kalo hanya mengikuti arahan saja, saat ada masalah, kan pemberi arahan yang salah, hehehe…
“Lantas jika kita membolehkan tim berbuat salah, nanti jika akibatnya fatal bagaimana?”
“Jika berbuat salah lalu dia kena masalah, kehilangan motivasi, bagaimana?”
“Nanti setelah berbuat salah, malah jadi kebiasaan, bagaimana?”
Di sinilah peran Pemimpin untuk mendampingi. Pemimpin menyiapkan safety net, penjagaan agar kesalahan tim (dalam rangka belajar) tidak terlampau besar resikonya. Ini perlu diatur dan direncanakan.
Misal, tanpa memberitahu tim, Pemimpin sudah menyiapkan Plan B. Bentuk lainnya, saat kondisi sudah tak terkendali, Pemimpin menyiapkan diri turun langsung mengatasi. Tim pun tak hancur motivasinya.
Selain itu, Pemimpin perlu menyediakan waktu untuk secara berkala menjadi teman diskusi bagi tim terkait kesalahan-kesalahan yang diperbuat, termasuk memberi feedback secara tepat.
Tim pun tahu perbaikan-perbaikan untuk kedepan. Di titik ini Pemimpin menjadi partner bagi tim dalam merencanakan langkah kedepan yang lebih baik. Setelahnya, berikan kesempatan berikutnya bagi tim untuk kembali mencoba, dan tetap ijinkan salah, selama tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Ditulis oleh
SURYA KRESNANDA
Head Coach at Kanirana
0811 2244 111