IT’S ME… THE PROBLEM IS ME…


Kala mengalami pelayanan buruk di sebuah instansi, saya kerap mengajukan komplain. Datanglah atasan dari staf yang melayani, memeriksa masalahnya.

Sampai di situ, saat masalah ketemu, banyak saya temui dimana atasan memarahi staff-nya tadi, tepat di depan saya. Ibarat mau menunjukkan kepada saya bahwa, “Dia (staff) yang salah, dan kami tunjukkan bahwa kami menangani staff kami yang lalai…”, seakan itu adalah sebuah tanggung jawab.

Padahal, di mata saya, Sang atasan justru sosok yang buruk.

Staff seringkali hanya mengikuti sistem, bukan penentu keputusan kenapa sistem itu diberlakukan. Geraknya terbatas, tak bisa sembarang ambil keputusan untuk memudahkan pelanggan. Ditambah kadang tugas-tugas yang membuatnya lelah.

Staff yang kerjanya buruk, banyak dipengaruhi oleh sistem kerja yang buruk, dan Atasannya punya tanggung jawab di sana. Artinya, meski staffnya lalai, Atasan perlu turut merasa punya tanggung jawab.

Memarahi Staff di depan pelanggan, sesungguhnya menunjukkan sikap melempar semua tanggung jawab ke pundak Sang Staff. Seakan Sang Atasan mau bilang, “Ini bukan salah saya…”.

Atasan semestinya melindungi Staff dengan mengambil tanggung jawab di depan pelanggan. “Saya bertanggung jawab atas kesalahan ini… ijinkan saya membantu anda…” adalah kalimat yang menunjukkan Sang Atasan mengambil tanggung jawab tersebut.

Lalu bagaimana dengan evaluasi terhadap Staff-nya agar tak terulang?

Itu tetap harus… bahkan wajib di-evaluasi sedetail-detailnya. Tapi dibalik layar aja, jangan di depan pelanggan.

Selesai bersama-sama membantu komplain pelanggan beres, silahkan panggil Staff ke ruangan khusus. Ngobrol berdua. Temukan titik salah dimana. Bahkan dalam tahap tertentu, Sang Atasan boleh lebih tegas, apalagi kalau kelalaian Staff-nya memang nyata dan sudah berulang. Tapi ya tadi, di ruangan khusus atau rapat rutin. semua di balik layar, bukan diungkap ke publik atau pelanggan.

Di sinilah Atasan sebagai Leader perlu punya kendali untuk tetap berkepala dingin, membaca situasi, mengambil tanggung jawab, serta tetap berfikir, “Bagaimana KITA bisa bersama2 membantu masalah pelanggan selesai”, bukan malah menyelamatkan muka dengan berfikir, “AKu nggak salah, Staff-ku yang salah, dan Aku nggak boleh tampak cacat!”.

Ditulis Oleh :


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *