Gimana kalo ada anggota tim kita yang suka bikin suasana rusak? Cenderung menyakiti banyak orang, tapi sebenarnya tidak benar-benar berkontribusi dalam capaian bersama…
Hal yang seringkali dilakukan, namun salah adalah…
Membicarakan di belakang. Dan ini sering bikin kita puas hati, tapi buang energi. Si pelaku (anggota tim yang bikin suasana rusak tadi) gak denger omongan-omongan kita.
Hati-hati dengan pikiran, “harusnya kan dia tahu! kalo dia ngerusak suasana dan nyakitin banyak orang”. Di sini sering kejadian miskom. Merasa, “Harusnya dia tahu” adalah tuntutan tersembunyi yang sering menjadi bom waktu.
Lantas musti gimana?
Salah satu titik perubahan seseorang adalah Kesadaran. Dan kejadian seperti di atas sering di sebabkan, sejak awal pelaku tidak sadar bahwa sikapnya menyakiti orang lain. Ia hidup dengan kebiasaan keluarga dan lingkungannya dari kecil, membentuknya seperti hari ini.
Bisa jadi bagi dia, perilakunya biasa aja, menurut lingkungannya, dan ternyata tidak cocok dengan lingkungan tempat kerja. Dan dalam situasi itu, GAK ADA YANG BERANI MENYAMPAIKAN. Believe it or not, di banyak organisasi, kejadian begini terjadi bertahun-tahun, pelaku udah pindah-pindah tim, tanpa ada yang berani menyampaikan terbuka bahwa si pelaku sikapnya menyakiti.
Maka, menghadapi anggota tim seperti ini, perlu keterbukaan. sebagai Leader, panggil dia secara personal, sampaikan padanya, “kamu itu menyakiti orang…”. Jangan berhenti pada pernyataan.
Tunjukkan evidence berupa data.
Reaksi dia melawan, kita sebagai Leader perlu menunjukkan sikap, “Itu menurut kamu! Tapi bagi tim, itu merusak!”. Pada titik ini Leader jangan menjadi lemah. Hindari jadi mode ‘pendengar yang baik’ di awal. Tunjukin sikap dan posisi kita dulu. Gak papa jadi pendengar, selama kita sebagai Leader udah menetapkan sikap di awal bahwa, “Saya yang pegang kendali, bukan kamu!”.
Setelah ditunjukkan bahwa sikapnya menyakiti orang lain, beri dia pilihan. “Kamu mau berubah enggak?”. Kalo dia mau dan benar-benar menunjukkan kemauan, maka beri kesempatan, support secara maksimal. Di sinilah kita sebagai Leader menunjukkan peran sebagai guru.
Kalo nggak mau berubah? Relakan. Keluarkan atau pindahkan. Jika gak memungkinkan, maka asingkan dari tim, minimal agar tidak merusak harmoni tim yang sedang berjalan. Kita tetap konsisten menunjukkan padanya bahwa perbuatan dia tidak benar bagi kelangsungan tim. lakukan dengan tegas.
So… Dengan begitu, segalanya jadi fair. Sikap pelaku yang dianggap salah, dievaluasi secara terbuka, bukan prasangka-prasangkaan. Dia pun diberi kesempatan memilih mau berubah atau enggak, diberi ruang bertumbuh jika bersedia. Dan diberitahu segala konsekuensinya.
Kalo gak pernah disampaikan apapun, gak dikasih kesempatan memilih mau berubah apa enggak, gak diberi kesempatan bertumbuh saat dia mau berubah, tapi omong-omong di belakang lalu tiba-tiba surat pemecatan keluar dengan kesalahan a-b-c-d-e, ini gak fair.
Sebagai Leader, PRnya di kita, seberapa siap mengkomunikasikan secara terbuka, menegaskan sikap, memberi kesempatan tim buat belajar dan tetap sabar dengan prosesnya, bahkan siap mengambil keputusan pahit di saat itu dibutuhkan, meski gak enak secara personal, demi kepentingan tim.
Siap?
Ditulis oleh:
Surya Kresnanda
@suryakresnanda
0811 2244 111